Minggu, 18 April 2010

Resensi novel

Devdas, Kisah Cinta Dua Dunia

Penulis: Sarat chandra Chattopadhyay
Penerjemah: Meithya Rose Prasetya
Penerbit: Kayla Pustaka
Tebal: 257 halaman
Cetakan: I, Jun2007


Cinta, itulah menu utama novel ini. Budaya India, yang biasanya sering
saya temukan di buku-buku bersetting sama, bisa dikatakan minim
dibahas. Setidaknya, saya mendapat pengetahuan mengenai pengertian
'anchal'.
Devdas adalah nama seorang pria, putra zamindar (tuan tanah)
Mukherjee. Orangtuanya tidak menyetujui rencananya menikah dengan
Parvati karena kasta mereka berbeda dan tidaklah pantas mengambil
mantu dari tetangga yang tepat tinggal di sebelah rumah. Merasa kesal
oleh penolakan Mukherjee-babu, nenek dan ibu Parvati yang dikisahkan
materialistis menikahkan gadis itu dengan seorang duda kaya raya.
Penggambaran fisik sang duda tersebut merupakan salah satu pemicu
'konflik' yang menarik, sedetil deskripsi karakter dalam novel-novel
India lainnya seperti 'Sister of My Heart' dan 'For Matrimonial
Purpose'. Ternyata ia sudah berumur setengah abad, sehingga pernikahan
Parvati diwarnai gunjingan orang sekitar.
Bagi saya, keindahan cinta yang sesungguhnya terletak dalam
rumahtangga Parvati. Suaminya memperlakukan ia dengan baik, begitu
pula anak-anaknya. Meski berusia lebih tua, ketiga putra-putri
Bhuvan-babu tetap memanggil Parvati 'Ibu' dan menyebut diri mereka
'putramu' atau 'putrimu'. Sungguh mengagumkan, walau sempat ditingkahi
penolakan putri tirinya (yang wajar, mengingat Parvati masih sangat
muda dan cantik) serta kecurigaan menantu perempuannya terhadap
pengelolaan keuangan Parvati.
Devdas justru 'menodai' kisah ini dengan karakternya yang, menurut
saya, melempem. Ia tidak tegas, menyesali keputusannya seumur hidup
hingga akhirnya mati konyol. Pun demikian dengan Chandramukhi, yang
mencintai Devdas secara ganjil justru karena pemuda itu mencercanya
namun sempat menyampaikan akan meminta uang pada putra zamindar
tersebut jika mengalami masalah ekonomi. Membingungkan sekaligus
menyebalkan.
Penerjemahan Meithya menjadikan novel ini mengalir ringan, disertai
sejumlah kalimat yang melodius di awal beberapa bab. Misalnya 'Hawa
panas menjilat-jilat bak liukan lidah niskala yang bergelombang'
(halaman 1). Seperti film India, Devdas menuturkan kisah sedari masa
kanak-kanak. Plotnya lurus belaka, sehingga terasa lambat dan
menjemukan. Tetapi pemilihan nama Devdas sebagai judul memang patut
sebab ia mendominasi keseluruhan cerita.


Resensi : http://sinarbulan.multiply.com/journal/item/154/Resensi_Novel_Devdas_Kisah_Cinta_Dua_Dunia

1 komentar:

  1. saya butuh buku davedas... saya udh cari kemana2 ga ketemu ada solusi tdk ya hrz cari dimn?

    BalasHapus